Search This Blog

Thursday, May 2, 2013

Sikap Kooperatif Partai Masyumi



BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Pada masa Orde Lama partai-partai politik Islam memang memiliki kekuatan signifikan yang mampu mengimbangi partai-partai politik nasionalis dan komunis. Karena pada waktu itu beberapa pejuang Islam dan tokoh ulama mengadakan Muktamar di Yogyakarta yang dihadiri para ulama dan tokoh Islam pada waktu itu. Para kelompok ini lebih banyak tergabung dalam partai Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Di antara tokoh utamanya adalah Hasyim Asy’arie, Mohammad Natsir, Zainal Abidin Ahmad, Sjafruddin Prawiranegara, Mohamad Roem, Hamka, Mohammad Rasjidi Abu Hanifah dll.  
Partai Masyumi ini kemudian resmi didirikan pada tanggal 7 November 1945 di Yogyakarta, sebagai hasil kongres umat Islam 7-8 November 1945. Partai Masyumi ini nantinya akan sangat berpengaruh di Indonesia dengan pemikiran demokrasinya karena partai masyumi ini banayak menyerap ide-ide Barat. Namun akhirnya partai masyumi dibubarkan oleh Soekarno pada tahun 1960.

  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Berdirinya Partai Masyumi ?
2.      Apa Tujuan didirikanya Masyumi ini ?
3.      Bagaimana sikap politik partai ini terhadap Pemerintahan ?
4.      Apa yang melatar belakangi perpecahan dalam tubuh Masyumi ?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Berdirinya Partai Masyumi
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia telah memberikan kesempatan yang sama terhadap berbagai aliran politik di Indonesia yang bebas dalam membentuk partai-partai politik sebagai sarana demokrasi seperti yang dinyatakan oleh UUD 1945. Dengan adanya kesempatan ini tidak disia-siakan oleh para umat Islam. Maka pada tanggal 7-8 November 1945, melalui sebuah kongres umat islam di Yogyakarta dari hasil kongres ini dibentuklah sebuah partai Politik Islam dengan nama Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia).[1]
Masyumi yang dibentuk dengan kongres ini tidak sama dengan Masyumi pada masa bentukan Jepang waktu itu, karena Masyumi ini dibentuk dan didirikan oleh umat Islam sendiri tanpa campur tangan dari pihak luar, walaupun nama ini memakai nama yang dulunya sudah ada. Masyumi dibentuk sebagai wadah partai politik islam dimana ketika pembentukanya banyak mendapatkan dukungan yang begitu besar dari kalangan umat Islam. Tokoh-tokoh pendiri partai Masyumi pada waktu itu adalah mereka para anggota Muhammadiyah, NU, dan PSII diantaranya: Hasyim Asy’arie, Mohammad Natsir, Zainal Abidin Ahmad, Sjafruddin Prawiranegara, Mohamad Roem, Abu Hanifah, Hamka, Soekiman Wiryosanjoyo dan Mohammad Rasjidi. Para tokoh-tokoh ini bersatu dalam wadah Masyumi guna untuk melaksanakan persatuan umat islam di Indonesia pada waktu itu.[2]
Hasil kongres 7-8 November ini mengahasilkan dua keputusan yaitu : Pertama, pembentukan sebuah partai politik islam dengan nama Masyumi. Kedua, dalam mempersatukan seluruh umat Islam hanya ada partai politik Masyumi, umat Islam tidak boleh memiliki partai lain. Dari hasil kongres ini Partai Masyumi pada waktu itu mendapatkan dukungan yang sangat luar biasa dari kalangan para ulama dan mereka senantiasa berdiri dibelakang partai Masyumi.
Ketua Masyumi pertama adalah pemimpin muslim terkenal dari Sarekat Islam lama yaitu  Soekiman. Dalam perkembangan partai Masyumi ini selanjutnya terdapat tiga kelompok dalam Masyumi yaitu kelompok konservatif dimana kelompok ini merupakan pemimpin-pemimpin agama muslim. Kelompok moderat kelompok ini terdiri dari M Natsir, Sjafruddin, Roem. Dan kelompok sosialis religius yang lebih berfikir secara barat seperti Soekiman, Jusuf Wibisono dan Hamka.[3]

B.     Tujuan partai Masyumi
Dalam anggaran dasar Masyumi ditegaskan secara gamblang bahwa tujuan utama dari partai ini adalah agar terlaksananya ajaran dan hukum islam didalam kehidupan orang-perorang, masyarakat dan negara Republik Indonesia, yang nantinya akan menuju kepada keridhaan Ilahi. Selain itu Masyumi juga menginginkan negara yang berdasarkan Islam dimana negara yang tertuju kepada “Baldatun Thoyibatun Wa Rabbun Ghofur” Partai Masyumi menginginkan agar kebajikan diliputi keampunan Ilahi, dimana sebuah negara itu melaksanakan pemerintahan atas dasar muyawarah dengan perantara wakil-wakil rakyat yang dipilih untuk menentukan kaidah-kaidah kedaulatan rakyat, kemerdekaan, persamaan, keadilan sosial, seperti yang telah diajarkan dalam agama Islam. Apabila ini terlaksana maka kaum muslimin mendapatkan kesempatan untuk mengatur kehidupan pribadi dan masyarakatnya yang sesuai dengan ajaran dan hukum-hukum Islam. Masyumi juga menginginkan kemerdekaan untuk menganut dan mengamalkan agamanya serta mengembangkan kebudayaan, agar masyarakat ini nantinya terjamin atas dasar keragamaan dan juga terpenuhi hak-hak asasi manusia. Dari pembahasan ini secara tegas Masyumi menjelaskan prinsip-prinsip musyawarah, kedaulatan rakyat, dan hak asasi manusia, dari sini muncul sebagai dasar bahwa Masyumi menunjukan sejak awal berdirinya adalah partai pembela demokrasi, dalam teori dan prakteknya. Semua tujuan ini tidak lain adalah peran para tokoh-tokoh pada waktu itu.
Pada tanggal 6 Juli 1947 Masyumi mengeluarkan suatu manifesto politik yang disusun bersama oleh Soekiman, Samsudin, dan Taufiqurrahman. Dimana masyumi ini berkewajiban memperkuat dan mempertahankan dasar-dasar yang diletakan dalam konstitusi negara. Maka dari itu sikap partai Masyumi seharusnya :
1.      Sikap terhadap politik luar negeri :
Masyumi dibentuk untuk turut melaksanakan cita-cita perdamaian dunia yang berdasarkan keadilan dan perikemanusian :yaitu dengan cara berusaha mempererat tali persaudaraan antara umat Islam Indonesia dan umat Islam dinegara-negara lain.
2.      Sikap terhadap politik dalam negeri :
a.       Memperluas usaha untuk mempercepat tercapainya dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat permusyawaratan perwakilan dalam segala lapangan pemerintahan.
b.      Menambah tersebarnya ideologi Islam dikalangan masyarakat Indonesia dengan tidak menghalangi pihak lain yang sejalan memperkukuh sendi Ketuhanan Yang Maha Esa.
c.       Membentengi jiwa umat Islam dari infiltrasi ideologi-ideologi yang bertentangan dengan tekad fi sabilillah.[4]


C.    Sikap Masyumi Terhadap Pemerintah Orde Lama
Agama Islam di Indonesia merupakan agama mayoritas penduduknya, namun agama Islam dalam masa permulaan revolusi tidak kuat didalam pemerintahan, ketidak kuatan ini dapat dilihat pada  kabinet KNIP, di kabinet ini hanya dua mentri yang mewakili dari Masyumi yaitu : Wahid Hasyim dan Abikusno Tjokrosujoso. Kemudian dalam Badan pekerja KNIP yang jumlahnyaa 15 orang, dan dibentuk Oktober 1945 hanya ada dua orang lagi dari wakil umat Islam yang duduk yaitu Wahid Hasyim dan Sjafruddin Prawiranegara. Ketika badan pekerja ini diperluas menjadi 26 pada bulan Desember dengan memasukan wakil-wakil daerah, namun pada waktu itu hanya ada empat orang yang mewakili umat islam kala itu. Sungguh demikian Masyumi yang merupakan satu-satunya partai Islam ketika itu, dan merasa pembagian sedemikian itu sangat kurang adil dari pemerintah kepada partai ini. Sesungguhnya partai Masyumi mengharapkan adanya porsi besar didalam tubuh pemerintahan Indonesia. Partai Masyumi ini juga menekankan perlunya persatuan serta pertahanan kemerdekaan daripada mempersoalkan kepentingan diri. Partai Masyumi tidak menyetujui perubahan sistem kabinet presidensil ke kabinet parlementer.
Perubahan yang terjadi dipemerintahan waktu itu datang dari Sjahrir dan teman-temanya dalam Badan Pekerja KNIP. Dari ide Sjahrir ini diumumkanlah tanggal 14 November 1945 sebagai kabinet Sjahrir pertama. Dengan didirikanya kabinet ini hanya seorang anggota Masyumi yang duduk di kabinet ini yaitu Mohammad Rasjidi. Kemudian pada tanggal 3 Januari 1946 M Natsir dari Masyumi diangkat menjadi menteri penerangan. Keduanya menganggap penunjukan ini hanya sebagai perwakilan perseorangan bukan atas perwakilan partai Masyumi. Dari sinilah menimbulkan kekecewaan yang sangat besar dari partai Masyumi.
Kekecewaan partai Masyumi terhadap pemerintahan yang mengubah presidensil ke parlementer disampaikan oleh Natsir dalam sidang KNIP kemudian dibawa ke dalam partai yang nantinya menjadi manifesto partai Masyumi. Alasan mendasar pemerintah merubah pada waktu itu yaitu untuk membersihkan kalangan pemerintah dari orang-orang yang telah bekerjasama dengan Jepang. Namun alasan ini tidak diterima oleh Masyumi sesungguhnya dalam kabinet Sjahrir merupakan orang-orang yang bekerjasama dengan Jepang dan Belanda pada masa pendudukanya.
Kekecewaan Masyumi inipun berkembang menjadi tuntutan perubahan pada tubuh Kabinet Sjahrir. Masyumi menilai bahwa dalam Kabinet Sjahrir ini tidak memahami perubahan radikal dan revolusi mental dari jiwa bangsa kita yang dahulunya bersifat lemah dan tak berdaya, menjadi kuat dan penuh semangat perjuangan oleh sebab itu pemerintahan pada waktu itu menimbulkan jurang pemisah antara rakyat, pemerintah dan seluruh umat Islam yang menjadi bagian besar dari rakyat Indonesia.[5]
Pemikiran para anggota Masyumi tentang demokrasi pada masa Orde Lama sesungguhnya menghadapi dua ancaman terbesar: kediktatoran Soekarno dan totalitarianisme partai komunis. Jika  para anggota Masyumi ditanya kenapa mereka mendukung demokrasi, jawabannya hampir pasti adalah Islam, karena Islamlah yang membuat mereka demokratis.[6]

D.    Perpecahan dalam Partai Masyumi
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa Partai Masyumi sebagai wadah Umat Islam dan dari hasil kongres hanya ada satu partai Islam yaitu Masyumi. Pada Juli 1947, kurang dari setahun setelah menggabungkan diri ke dalam Masyumi, PSII menarik keanggotaanya dan menyatakan diri sebagai partai politik independen. Sekalipun PSII merupakan kekuatan politik kecil pada saat itu, namun keputusannya keluar dari Masyumi menunjukkan gejala mulai merapuhnya ikatan politik di tubuh Masyumi.[7]
Pada tahun 1952, Masyumi mengalami perpecahan ketika NU memutuskan menarik diri dari Masyumi dan membentuk partai politik yang berdiri sendiri. Alasan NU keluar dari Partai ini dikarenakan adanya perubahan dalam tubuh Masyumi yaitu perubahan sifat dari suatu organisasi memberi tempat penting ulama menjadi organisasi yang tidak menghormati ulama.[8] Peristiwa itu sendiri menjadi pukulan hebat bagi Masyumi karena NU memiliki pengikut yang sangat besar di beberapa wilayah, terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Selatan yang padat penduduknya. Dampak dari perpecahan Masyumi sendiri baru terlihat ketika pada Pemilu 1955, mereka hanya meraih 57 kursi dari total 257 kursi di parlemen.
Setelah pemilu 1955, Masyumi semakin sering berbeda pendapat dengan partai-partai lain di kabinet maupun parlemen dalam beberapa isu politik, terutama peranan PKI. Hal itu menimbulkan perselisihan dengan Presiden Soekarno, yang menginginkan dilibatkannya PKI dalam kehidupan pemerintahan.[9] Masyumi pada akhirnya dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 dikarenakan tokoh-tokohnya dicurigai terlibat dalam gerakan pemberontakan dari dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).[10]





BAB III
PENUTUP


Partai Masyumi resmi di bentuk pada tanggal 7 November 1945, melalui sebuah kongres umat islam di Yogyakarta dari hasil kongres ini diantaranya dibentuklah sebuah partai Politik Islam dengan nama Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia). Sebagai wadah persatuan umat Islam di Indonesia. Dan hasil lainya dari kongres ini dimana seluruh umat Islam di Indonesia hanya berpegang pada satu partai Islam yaitu Masyumi ini saja. Namun pada berjalanya Partai ini terjadilah perpecahan yang ada didalam tubuh Masyumi. Perpecahan itu dapat diurutkan dari tahun 1947 PSII keluar dari Masyumi, pada tahun 1952 disusul NU keluar dari Partai ini, dan akhirnya pada tahun 1960 dibubarkan oleh presiden Soekarno.
Tujuan utama didirikanya Partai Masyumi ini yaitu agar umat Islam mempunyai peranan penting di arus perubahan dan persaingan di Indonesia. Tujuan lain dari Partai ini tidak lain yang telah tercantum dalam anggaaran dasar mereka yaitu menegakan negara republik Indonesia dan agama Islam serta melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan. Masyumi dapat disimpulkan bahwa partai ini menyerap ide-ide barat, seperti tentang demokrasi dan perinsip negara hukum. Tetapi dari kesemua itu dapat ditegakan diatas fondasi moral Islam yang kokoh.









DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syafii Maarif. 1985. Islam dan Masalah Kenegaraan (Studi tentang Percaturan dalam Konstituante). Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia.
Deliar Noer. 1987. Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.
Lutfhi Assyaukanie. 2011. Ideologi Islam dan Utopia: Tiga Model Negara Demokrasi di Indonesia. Jakarta : Freedom Institute.
Wikipedia. “Partai Masyumi”. Dalam http” http://id.wikipedia.org/wiki/MasyumiDiunduh Pada Tanggal 26 April 2013, pukul 09.21 WIB.
Historia Ensiklopedia. “Partai Masyumi 1945-1960”. Dalam http” http://historiaensiklopedia.blogspot.com/partai-masyumi-1945-60_07.html Diunduh Pada Tanggal 26 April 2013, pukul 09.21 WIB.


[1]Ahmad Syafii Maarif. Islam dan Masalah Kenegaraan(Studi tentang Percaturan dalam Konstituante). (Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia. 1985) hlm. 110
[2]Ahmad Syafii Maarif. Ibid. 111
[3]Ahmad Syafii Maarif . Ibid., hlm. 113
[4] Deliar Noer. Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965. (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti. 1987)., hlm. 120-121

[5] Deliar Noer. Ibid., hlm 151-154
[6] Lutfhi Assyaukanie. Ideologi Islam dan Utopia: Tiga Model Negara Demokrasi di Indonesia. (Jakarta : Freedom Institute. 2011)., hal. 94

[7] Ahmad Syafii Maarif . Ibid., 115
[8] Deliar Noer. Ibid., hlm. 81

No comments:

Post a Comment