Kerajaan Mataram (atau sering juga disebut Kerajaan Medang, Kerajaan Mataram Kuno
atau Kerajaan Mataram Hindu)
adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa
Tengah pada abad ke-8,
kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Para raja kerajaan ini banyak meninggalkan bukti
sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa
Tengah dan Jawa
Timur, serta membangun
banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha. Kerajaan Mataram akhirnya runtuh pada awal
abad ke-11. Dalam makalah ini saya akan membahas mengenai Kerajaan Mataram pada
periode jawa tengah ketika wangsa sailendra dan wangsa sanjaya berkuasa.
Kerajaan
Mataram Kuno yang berpusat di Jawa Tengah terdiri dari dua wangsa (keluarga), yaitu Wangsa Sailendra dan Wangsa Sanjaya.
A. Wangsa
Sailendra dan Wangsa Sanjaya
Wangsa Sailendra
berkuasa sejak tahun 752 M. Sebagian besar raja-rajanya adalah
penganut dan pelindung agama Buddha Mahayana pada masa akhir perkembanganya. Demikian
pula dengan bangunan-bangunan seperti Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi
Sewu ada hubunganya dengan Raja Sailendra yang beragama budha ini. Kedudukan Sailendra
sebelum mendesak kedudukan Sanjaya tidak diketahui dengan pasti.
Pendesakan ini terjadi pada masa pemerintahan Raja Wisnu. Puncak kejayaan
Dinasti Sailendra terjadi pada masa pemerintahan Raja Indra. Mataram Lama
menjadi kerajaan agromaritim. Artinya, mereka tidak hanya mengutamakan bidaang
pertanian, tetapi juga bergerak di bidang pelayaran dan perdagangan. Pengganti
Indra adalah Samarattungga yang berhasil membangun Candi Borobudur. Kemunduran
Dinasti Sailendra tampaknya terjadi pada masa pemerintahan Samarattungga. Demi
menyelamatkan kedudukannya, Samarattungga mengadakan perkawinan politik antara
Pramodhawardani dengan Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya. Perkawinan ini ditentang
oleh Balaputradewa.
Sepeninggal Samarattungga, di Mataram terjadi perang saudara antara Rakai
Pikatan dengan Balaputradewa. Balaputradewa adalah putra lain dari
Samarattungga. Perang ini terjadi karena Balaputadewa merasa lebih berhak atas
tahta kerajaan dari pada Rakai Pikatan. Perang ini terjadi pada tahun 856 M.
Balaputradewa mengalami kekalahan. Akhirnya Balaputradewa melarikan diri ke
Sumatera dan menjadi Raja Sriwijaya. Jadi, sejak saat itu berakhirlah kekuasaan
Dinasti Sailendra di Mataram. Lalu, Dinasti Sanjaya berkuasa kembali. Pada masa
pemerintahan Rakai Pikatan, wilayah Mataram meliputi Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Beliau mendirikan bangunan suci untuk agama Hindu dan Budha, antara lain
Candi Plaosan dan Candi Prambanan.
Rakai Pikatan digantikan oleh Rakai Kayuwangi (856-882). Beliau beragama
Hindu Syiwa. Beliau digantikan oleh Rakai Watuhumalang, tetapi kurang dikenal
karena tidak banyak prasasti yang ditinggalkannya. Beliau digantikan oleh Raga
Balitung (898 - 915 M) dengan gelar Watukumara. Pada masa pemerintahan Balitung
banyak ditemukan prasasti-prasasti yang ada di Jawa Tengah. Raja Balitung
membangun juga kompleks Candi Prambanan yang sudah dirintis oleh Rakai Pikatan.
Pembangunannya baru selesai pada masa pemerintahan Daksa (pengganti Balitung). Pada
tahun 915 M, Raja Balitung digantikan oleh Daksa, yang memegang pemerintahan
hingga tahun 919 M. Daksa digantikan oleh Raja Tulodong. Pemerintahan Raja
Daksa dan Tulodong tidak begitu jelas, karena sedikit prasasti yang
ditinggalkan. Raja Tulodong adalah raja terakhir yang meninggalkan
prasasti-prasasti di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pengganti Tulodong adalah Raja Wawa dengan gelar Srijayalokanamottungga.
Raja Wawa memerintah pada tahun 921 M sampai 928 M.
B. Perkembangan
kerajaan dan hasil budaya
Dari
perkembangan kerajaan ini dapat diambil beberapa aspek yaitu:
1. Aspek Kehidupan
Politik
Untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya,
Mataram Kuno menjalin kerjasama dengan kerajaan tetangga, misalnya Sriwijaya,
Siam dan India. Selain itu, Mataram Kuno juga menggunakan sistem perkawinan
politik. Misalnya pada masa pemerintahan Samaratungga yang berusaha menyatukan
kembali Wangsa Sailendra dan Wangsa Sanjaya dengan cara anaknya yang bernama
Pramodyawardhani (Wangsa Sailendra) dinikahkan dengan Rakai
Pikatan (Wangsa Sanjaya). Wangsa Sanjaya merupakan penguasa awal di
Kerajaan Mataram Kuno, sedangkan Wangsa Sailendra muncul setelahnya yaitu mulai
akhir abad ke-8 M. Dengan adanya perkawinan politik ini, maka jalinan kerukunan
beragama antara Hindu (Wangsa Sanjaya) dan Buddha (Wangsa Sailendra) semakin
erat.
2. Aspek Kehidupan
Sosial
Kerajaan Mataram Kuno meskipun dalam
praktik keagamaannya terdiri atas agama Hindu dan agama Buddha, masyarakatnya
tetap hidup
rukun dan saling bertoleransi. Sikap itu dibuktikan ketika mereka bergotong
royong dalam membangun Candi Borobudur. Masyarakat Hindu yang sebenarnya tidak
ada kepentingan dalam membangun Candi Borobudur, tetapi karena sikap toleransi
dan gotong royong yang telah mendarah daging turut juga dalam pembangunan
tersebut.
Keteraturan kehidupan sosial di Kerajaan
Mataram Kuno juga dibuktikan adanya kepatuhan hukum pada semua pihak. Peraturan
hukum yang dibuat oleh penduduk desa ternyata juga dihormati dan dijalankan
oleh para pegawai istana. Semua itu bisa berlangsung karena adanya hubungan
erat antara rakyat dan kalangan istana.
3. Aspek Kehidupan
Ekonomi
Pusat kerajaan Mataram Kuno terletak di
Lembah sungai Progo, meliputi daratan Magelang, Muntilan, Sleman, dan
Yogyakarta. Daerah itu amat subur sehingga rakyat menggantungkan kehidupannya
pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak kerajaan-kerajaan serta
daerah lain yang saling mengekspor dan mengimpor hasil pertaniannya. Usaha
untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa
pemerintahan Rakai Kayuwangi.
Usaha perdagangan juga mulai mendapat
perhatian ketika Raja Balitung berkuasa. Raja telah memerintahkan untuk membuat
pusat-pusat perdagangan serta penduduk disekitar kanan-kiri aliran Sungai
Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas
perdagangan melalui aliran sungai tersebut. Sebagai imbalannya, penduduk desa
di kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari pungutan pajak. Lancarya
pengangkutan perdagangan melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan
menigkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.
4. Aspek Kehidupan
Kebudayaan Hindu-Buddha
Semangat kebudayaan masyarakat Mataram
Kuno sangat tinggi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya peninggalan berupa
prasasti dan candi. Prasasti peniggalan dari Kerajaan Mataram Kuno, seperti
prasasti Canggal (tahun 732 M), prasasti Kelurak (tahun 782 M), dan prasasti
Mantyasih (Kedu). Selain itu, juga dibangun candi Hindu, seperti candi Bima,
candi Arjuna, candi Nakula, candi Prambanan, candi Sambisari, candi
Ratu Baka, dan candi Sukuh. Selain candi Hindu, dibangun pula candi Buddha,
misalnya candi Borobudur, candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon,
dan candi Mendut. Mereka juga telah mengenal bahasa Sansekerta dan huruf
Pallawa. Selain itu, masyarakat kerajaan Mataram Kuno juga
mampu membuat syair.
5.
Hasil budaya dan peninggalan
Dari hasil budaya dan peninggalanya kerajaan ini meningalkan
berbagai prasasti dan hasil budaya yang sampai sekarang masih ada :
a.
Candi-Candi Dan Prasasti Peninggalan Mataram Kuno
Mataram kuno
terdiri dari dua Dinasti besar yang masih berhubungan, yaitu dinasti Sanjaya
dan dinasti Sailendra. Banyak peninggalan-peninggalan yang bersejarah dari dua
kerajaan tersebut. Beberapa candi yang terkenal bercorak Hindu dan Buddha.
Bukan hanya candi saja bukti sejarah kerajaan mataram dinasti sanjaya dan
dinasti sailendra tetapi juga bukti-bukti penemuan prasasti.
1)
Candi-Candi Bercorak Hindu
Peninggalan
bangunan suci dari keduanya antara lain ialah Candi Gedong Songo, kompleks
Candi Dieng, Candi Siwa, Candi Brahma, Candi Wisnu, Candi Sukuh, Candi Boko dan
kompleks Candi Prambanan yang berlatar belakang Hindu.
2)
Candi-Candi Bercorak Buddha
Adapun yang
berlatar belakang agama Buddha antara lain ialah Candi Kalasan, Candi
Borobudur, Candi Mendut, Candi Sewu, dan Candi Plaosan, Candi Sojiwan, Candi
Pawon, Candi Sari.
b.
Prasasti
1)
Prasasti
Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya dengan berangka tahun berbentuk
Candrasengkala berbunyi Srutiindriyarasa atau tahun 654 Saka 732 M berhuruf
Pallawa dan berbahasa Sanskerta. Isi pokok Prasasti Canggal adalah pendirian
sebuah lingga di Bukit Stirangga buat keselamatan rakyatnya.
2)
Prasasti
Balitung yang berangka tahun 907 M disebutkan nama keluarga raja-raja
keturunan Sanjaya memuat nama Panangkaran. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pada waktu itu Dinasti Sanjaya dan Sailendra sama-sama berperan di Jawa
Tengah. Dinasti Sanjaya dibagian utara dengan mendirikan candi Hindu seperti
Gedong Sanga di Ungaran, Candi Dieng di DataranTinggi Dieng. Adapun Dinasti Sailendra
dibagian selatan dengan mendirikan candi Buddha, seperti Borobudur,
Mendut, dan Kalasan.
3)
Prasasti
Kelurak (di daerah Prambanan) tahun 782 disebutkan tentang pembuatan Arca
Manjusri sebagai perwujudan Buddha, Dharma, dan Sanggha yang dapat disamakan
dengan Brahma, Wisnu, dan Siwa. Mungkin sekali bangunan sucinya ialah Candi
Lumbung yang terletak di sebelah utara Prambanan. Raja yang memerintah pada
waktu itu ialah Indra. Pengganti Indra yang terkenal ialah Smaratungga yang
dalam pemerintahannya mendirikan Candi Borobudur tahun 824.
4)
Prasasti
Mantyasih atau Prasasti Kedu yang dibuat oleh Raja Balitung. Prasasti itu
menyebutkan bahwa sanjaya adalah raja pertama (Wangsakarta) dengan ibu kota
kerajaannya di Medangri Poh Pitu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa kerajaan Mataram berada di dua daerah yaitu Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Kerajaaan mataram kuno terdiri dari dua dinasti besar yaitu
Sanjaya dan Sailendra. Dua dinasti tersebut banyak meninggalkan benda-benda
bersejarah diantarannya berupa Candi-Candi yang bercorak Hindu dan Buddha serta
beberapa Prasasti. Puncak kejayaan Dinasti Sailendra terjadi pada masa
pemerintahan Raja Indra. Yaitu ketika
kerajaan Mataram kuno menjadi kerajaan agromaritim. Karena raja ini tidak hanya
mengutamakan bidang pertanian, tetapi juga bergerak di bidang pelayaran dan
perdagangan.
Daftar Pustaka
Ageng Pangestu Rama. 2007. Kebudayaan Jawa Ragam Hidup Kraton dan Masyarakat di Jawa 1222-1998. Yogyakarta:
Cahaya Ningrat.
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho
Notosusanto. 1992. Sejarah Nasional
Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.
Munir,
2012. “Kerajaan Mataram Kuno”. Dalam http://msmunir.batan.go.id/sejarah_kediri/mataram.html diunduh Sabtu,
15 April 2012, Puku 12:16 WIB.
Mustafa, Shodiq. 2007. Wawasan Sejarah 2 Indonesia dan Dunia. Solo: Tiga Serangkai.
Wikipedia,
2012. “Wangsa Sailendra dan Wangsa
Sanjaya”. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/
diunduh Sabtu, 15 April 2012, Puku 12:16 WIB.
No comments:
Post a Comment