MAKALAH
TAJKIYATUN NAFSI
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Akhlak Tasawuf Semester 1
Di
Ajukan Kepada : Dr. Ali Sodiqin
Oleh :
Muhamadi 11120093
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
Tazkiyatun
Nafsi
merupakan hal yang penting yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Apa yang
dilakukan oleh Rasulullah SAW, sudah sepatutnya kita teladani dan kita amalkan.
diskusi ini
akan menjelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan Tazkiyatun Nafsi itu. Diskusi akan membahas pngertian, sarana Tazkiyatun
Nafsi, dan hasil dari Tazkiyatun Nafsi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tazkiyatun Nafsi
Tazkiyatul
Nafsi termasuk misi para Rasul, sasaran
orang-orang yang bertaqwa, dan menentukan keselamatan atau kecelakaan disisi
Allah. Tazkiyah secara etimologis punya dua makna : penyucian dan pertumbuhan.
Demikian pula maknanya secara istilah. Zakiyatun
nafsi artinya penyucian (tathahur) jiwa
dari segala penyakit dan cacat, merealisikan
(tahaquq) berbagai maqam padanya, dan menjadikan asma’ dan sifat Allah sebagai akhlaknya (takhaluq). Dengan demikian tazkiyah adalah tathahur, tahaquq dan takhaluq. [1]
Dampak dan pengaruhnya akan tampak pada perilaku seseorang dalam berinteraksi
dengan Allah dan makhluk lainya sesuai dengan perintah Allah.
Tajkiyah hati dan jiwa
hanya bisa dicapai melalui berbagai ibadah dan amal perbuatan tertentu, apabila
dilaksanakan secara sempurna dan memadai, seperti shalat, infaq, puasa, haji,
dzikir. Fikir, tilawah al-Qur’an dan renungan. Pada saat itulah terealisir
dalam hati sejumlah makna dan dampak bagi seluruh anggota badan seperti lisan,
mata, telinga dan lainya. Hasil yang paling nyata ialah adab dan mu’amalah yang
baik kepada Allah dan manusia. Kepada Allah berupa pelaksanaan hak-haknya
termasuk didalamnya adalah jihad di jalanya-Nya. Sedangkan kepada manusia,
sesuai dengan ajaran, tuntutan maqam, dan taqlif Ilahi.
Dampak
lain yang dapat dirasakan adalah terealisirnya tauhid, ikhlas, sabar, syukur,
harap, santun, jujur kepada Allah dan cinta kepadaNya, di dalam hati. Dan
terhindarkanya dari hal-hal yang bertentangan dengan semua hal seperti riya’,
‘ujub, ghurur, marah karena nafsu atau karena syetan. Dengan demikian jiwa
menjadikan tersucikan lalu hasil-hasilnya nampak pada terkendalinya anggota
badan sesuai dengan perintah Allah dalam berhubungan dengan keluarga, tetangga,
masyarakat dan manusia.
B.
Sarana Tazkiyatun
Nafsi
Yang
dimaksud dengan sarana tazkiyah ialah berbagai amal perbuatan yang mempengaruhi
jiwa secara langsung dengan menyembuhkanya dari penyakit, membebaskanya dari
“tawanan” atau merealisasikan akhlak padanya. Semua hal ini bisa terhimpun
dalam suatu amal perbuaatan.
Dalam
sarana Tazkiyah, ada berbagai amal perbuatan yang memberikan dampak pada jiwa
ini sehingga dengan perbuatan tersebut jiwa terbebas dari penyakit atau
mencapai maqam keimanan atau akhlak Islami.
Ada beberapa saran dalam Tazkiyah yaitu :
1.
Shalat
Shalat adalah
sarana tazkiyah dan merupakan wujud tertinggi dari ‘ubudiyah dan rasa syukur. Shalat
dapat membebaskan manusia dari sifat sombong kepada Allah Tuhan semesta, dan
pada saat yang sama bisa menerangi hati lalu memantul pada jiwa denga memberikan
dorongan untuk meninggalkan perbuatan keji dan mungkar.
Fitrah manusia bisa terkontaminasi oleh
najis ma’nawi yaitu suatu kotoran yang diartiakan dari hakekatnya seperti
kemusyrikan, seperti dalam al-Qur’an menyatakan “Maka datanglah sesudah mereka,
pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa
nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan”.[2]
Allah telah menjadikan pada manusia kesiapan
untuk berakhlak dengan berbagai kesempurnaan, seperti santun dan kasih sayang,
dan mejadikan untuknya beberapa sifat seperti mendengar dan melihat.
Berbagai taklif Ilahi tercurahkan untuk
kemaslahatan untuk kemaslahatan individu dan masyarakat. Sementara itu tidak
ada kemaslahatan bagi individu dan masyarakat kecuali dengan menyucikan jiwa
individu. Oleh karena itu diantara taklif Ilahi yang terpenting adalah apa yang
bisa membersihkan hati.
Titik awal dan Akhir dalam taklif Ilahi
adalah tauhid yang membersihkan dari barbagai karat kemusyrikan dan berbagai
akibatnya seperti ‘ujub, ghurur, dengki dan lain sebagainya. Sesuai dengan
sejauh mana tauhid itu tertanam dalam jiwa sejauh itu pula jiwa akan tersucikan
dan memetik bebrbagai buah tauhid seperti sabar, syukur, ‘ubudiyah, tawakal,
takut, harap, ikhlas, jujur dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, kami menjadikan sarana
pertama dalam tazkiyah adalah shalat. Shalat berikut sujud, ruku’, dan
dzikirnya membersihkan jiwa dari kesombongan kepada Allah dan mengingatkan jiwa
agar istiqamah diatas perintahNya: ”Sesungguhnya shalat dapat mencegah
perbuatan keji dan mungkar”.[3] Jadi
shalat salah satu sarana tazkiiyah.
2.
Zakat dan Infaq
Zakat dan Infaq
bisa membersihkan jiwa dari bakhil dan kikir. Dan menyadarkan manusia bahwa
pemilik harta yang sebenarnya adalah Allah. Oleh sebab itu, kedua ibadah ini
termasuk dalam bagian dari tazkiyah, “Yang menafkahkan hartanya (di jalan
Allah) untuk membersihkanya”.[4]
3.
Puasa
Puasa merupakan
pembiasaan jiwa untuk mengendalikan syahwat dan kemaluan, sehingga dengan
demikian ia termasuk sarana tazkiyah, “Diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.[5]
Tujuan dari puasa tidak hanya sekedar
menahan haus dan lapar dari mulai terbit fajar sampai matahari tenggelam, namun
lebih dari itu, yaitu melatih kesabaran dan mengekang hawa nafsu dari
keinginan-keinginan nafsu duniawi.
Sehingga dengan berpuasa setiap hamba dapat mendekatkan diri pada Allah dengan
khusyu’ tanpa terbebani keinginan-keingian duniawi.
4.
Dzikir dan Pikir
Membaca Al Qur’an dapat megingatkan jiwa
kepada berbagai kesempurnaan, karenanya ia merupakan salah satu jenis dzikir dan
merupakan sarana tazkiyah, “dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Nya,
bertambahlah iamn mereka (karenanya)”.[6]
Berbagai dzikir yang bisa memperdalam iman
dan tauhid di dalam hati, “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tenteram”.[7]
Dengan demikian jiwa bisa mencapai derajat tazkiyah yang tinggi.
Dzikir dan pikir adalah dua sejoli yang
dapat membukakan hati manusia untuk menerima ayat-ayat Allah. Oleh karena itu
tafakkur termasuk sarana tazkiyah, dan munculah nilai-nilai dalam hati tidak
lain adalah melalui perpaduan antara dzikir dan pikir.
5.
Mengingat
Kematian
Kadang jiwa manusia ingin menjauh dari pintu
Allah, bersikap sombong, sewenang-wenang atau lalai, maka mengingat kematian
akan dapat mengendalikannya lagi kepada ‘ubudiyah-Nya dan menyandarkan bahwa ia
tidak memiliki daya sama sekali, “Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi
di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga,
sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan
oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikiat-malaikat Kami itu tidak melalaikan
kewajibanya”.[8]
Oleh karena itu, mengingat kematian merupakan salah satu sarana tazkiyah.
6.
Amar Ma’ruf Nahi
Mungkar
Tidak ada hal
yang sedemikian efektif untuk menanamkan kebaikan ke dalam jiwa sebagaimana
perintah untuk melakukan kebaikan, dan tidak ada hal yang sedemikian efektif
untuk menjauhkan jiwa dari keburukan sebagaimana larangan darinya. Oleh karena
itu, amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan salah satu sarana tazkiyah, bahkan orang-orang yang tidak
memerintahkan yang ma’ruf dan tidak mencegah kemungkaran berhak mendapat
laknat.
Demikian pula jihad karena ia merupakan bentuk pengukuhan kebaikan dan pengikisan
kemungkaran. Oleh karena itu, mati syahid di jalan Allah adalah penghapus dosa.
Orang yang berjihad di jalan Allah terbebas secara langsung dari rasa takut dan
kikir karena ia menerjang kematian dengan niat menjual dirinya kepada
Allah,”sesunguhnya Allah telah membelikan dari orang-orang mukmim diri dan
harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan
Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh”.[9]
Jadi jihad adalah adalah salah satu sarana tazkiyah, bahkan merupakan sarana paling
tinggi dan tidak dapat melakukanya pada ghalibnya kecuali orang yang tersucikan
jiwanya.
Itulah berbagai induk sarana tazkiyah secara umum. Jika semua
terlaksana semakin sempurna pula hasil-hasilnya, dan sebaliknya kenikmatan di
dunia dan di akherat.
C.
Hasil Tazkityatun
Nafsi
Aktifitas-aktifitas tazkiyat yang dapat mencontoh Rasulullah saw ini dapat
menghasilkan buah-buah ‘amaliyah, buah-buah ini disebut Tsamaratut-Tazkiyyah, yaitu :
1.
Dhabatul-Lisan (Lisan
yang terkontrol)
Rasulullah
menjadikan lurusanya lisan sebagai syarat bagi lurusnya hati, dan menjadikan
lurusnya hati sebagai syarat lurusnya iman. Sebagaimana diriwayatkan dari Anas
bin Malik, Rasulullah SAW bersabda:
لا يستقيم إيمان عبد حتى يستقيم قلبه ولا يستقيم حتى
يستيم لسانه
Artinya :
Keimanan seseorang hamba tidak akan
lurus sebelum lurus hatinya, dan hatinya tidak akan lurus sebelum lurus lisanya
(HR Anas bin Malik).
Selanjutnya
Rasulullah bersabda:
من كان يؤمن باالله واليوم الأ خرفليقل خرأوليصمت
Artinya :
Barang siapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.
Hadis ini memuat
perintah Rasulullah untuk berbicara yang baik-baik atau diam jika pembicaraan
itu tidak baik (tidak bermanfaat). Apabila perintah Rasulullah ini dilaksanakan
maka akan dapat memetik buah dari tazkiyah,
yaitu seorang muslim dapat mengontrol lisanya sehingga ia akan senantiasa
terjaga lisanya dari perkataan tidak baik.
2.
Iltizam Bi Adabil ‘Ilaqat (komitmen dengan adab-adab pergaulan)
Hasil lain dari tazkiyah yang dapat diperik adalah berkomitmen dengan adab-adab
pergaulan. Ada 4 (empat) macam klasifikasi manusia dalam pergaulan, yaitu:[10]
a)
Segolongan
orang yang bergaul dengan mereka ibarat mengkonsumsi makanan yang bergizi. Ia
dibutuhkan siang dan malam. Jika seseorang telah menyelesain keperluanya ia
ditinggal, dan jika diperlukan lagi ia didatangi, demikian seterusnya. Mereka
adalah para ulama, ahli marifatullah, memahami
perintah-perintahNya, mengerti tipu daya musuh-musuhNya, dan memiliki ilmu
tentang penyakit-penyakit hati serta obatnya. Mereka adalah keberuntungan yang
nyata.
b)
Segolongan
orang yang yang bergaul dengan mereka ibarat mengkonsumsi obat. Ia dibutuhkan
dikala sakit, selama sehat tidak diperlukan pergaulan dengan mereka. Mereka
adalah para profesional dalam urusan muamalat, bisnis dan yang semisalnya.
Bergaul dengan orang-orang seperti ini dapat membawa urusan ma’siyah menjadi lancar.
c)
Segolongan
orang yang bergaul dengan mereka ibarat mengkonsumsi penyakit. Ada penyakit
ganas yang memakan waktu lama untuk disembuhkan. Orang yang semacam ini tidak
membawa keuntungan dunia ataupun akhirat.
d)
Segolongan
orang yang bergaul dengan mereka adalah kebinasaan total. Mereka ibarat racun.
Jika seseorang tidak sengaja memakanya itupun sudah suatu kerugian. Golongan
ini banyak sekali, mereka adalah ahli bid’ah dan kesesatan, penghalang sunnah
Rasulullah penyeru kepada perselisihan. Bergaul dengan mereka juga membawa
kerugian dunia dan akhirat.
Dengan tazkiyah ini seorang muslim dapat menentukan batasan-batasan dalam
pergaulan, dimana ia bisa menempatkan diri dalam golongan pergaulan yang
membawa keselamatan dunia dan akhirat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Tazkiyatun
Nafsi sesuatu yang membersihkan jiwa dari kotoran-kotoran penyakit hati yang
merupakan salah satu misi utama para Rasul Allah.
2.
Tajkiyah hati dan jiwa
hanya bisa dicapai melalui berbagai ibadah dan amal perbuatan tertentu, apabila
dilaksanakan secara sempurna dan memadai, seperti shalat, infaq, puasa, haji,
dzikir. Fikir, tilawah al-Qur’an dan renungan. Maka dampak yang akan kits
dapatkan adalah terealisirnya tauhid, ikhlas, sabar, syukur dan santun.
3.
Ada
beberapa sarana dalam tazkiyah yaitu : shalat, zakat dan infaq, puasa dzikir
dan pikir, mengingat kematian, dan amar ma’ruf nahi munkar.
4.
Adapun hasilnya dari Tazkiyatun Nafsi : lisan yang terkontrol dan komitmen adab-adab
pergaulan.
Daftar Pustaka
Ibnu Qayyim
al-Jauziah dkk, Tazkiyatun Nufus,
Ter. Imtihan asy-Syaafi’l, solo: Pustaka Arafah, 2001
Al-Qur’an dan Terjemah, Op. Cit.
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Medinah
Munawwarah : Mujamma’ Khadim
al-Haramain asy-Syafain al-Malik Fahd li thiba’at al-Mushshaf asy-Syarif, 1971
(1412 H).
Pokja Akademik. Akhlak Tasawuf. 2005. Yogyakarta:
Penerbit UIN Sunan Kalijaga.
[1] Al-Qur’an dan Terjemahnya, Medinah
Munawwarah : Mujamma’ Khadim
al-Haramain asy-Syafain al-Malik Fahd li thiba’at al-Mushshaf asy-Syarif, 1971
(1412 H), hal. 1064.
[2] Al-Qur’an dan Terjemah, Op. Cit. Hal.
469. Q.S Maryam ayat 59
[3] Ibid., hal. 225. Q.S Al-Ankabut ayat 25.
[4] Ibid., hal. 564. Q.S. Al-Lail ayat 18
[8] Ibid., hal.285 Q.S A’raf ayat 185
[9] Ibid., hal 282. Q.S. At-Taubah ayat 111
[10] Ibnu Qayyim
al-Jauziah dkk, Tazkiyatun Nufus,
Ter. Imtihan asy-Syaafi’l, solo: Pustaka Arafah, 2001, hal. 35-36
No comments:
Post a Comment