BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pada masa Orde Lama partai-partai politik Islam memang
memiliki kekuatan signifikan yang mampu mengimbangi partai-partai politik
nasionalis dan komunis. Karena pada waktu itu beberapa pejuang Islam dan tokoh
ulama mengadakan Muktamar di Yogyakarta yang dihadiri para ulama dan tokoh
Islam pada waktu itu. Para kelompok ini lebih banyak tergabung dalam partai
Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). Di antara tokoh utamanya adalah
Hasyim Asy’arie, Mohammad Natsir, Zainal Abidin Ahmad, Sjafruddin
Prawiranegara, Mohamad Roem, Hamka, Mohammad Rasjidi Abu Hanifah dll.
Partai Masyumi ini kemudian resmi didirikan pada tanggal 7
November 1945 di Yogyakarta, sebagai hasil kongres umat Islam 7-8 November
1945. Partai Masyumi ini nantinya akan sangat berpengaruh di Indonesia dengan
pemikiran demokrasinya karena partai masyumi ini banayak menyerap ide-ide
Barat. Namun akhirnya partai masyumi dibubarkan oleh Soekarno pada tahun 1960.
- Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Sejarah Berdirinya Partai Masyumi ?
2.
Apa Tujuan didirikanya Masyumi ini ?
3.
Bagaimana sikap politik partai ini terhadap Pemerintahan ?
4.
Apa yang melatar belakangi perpecahan dalam tubuh Masyumi ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Partai Masyumi
Indonesia merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945 pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia telah memberikan kesempatan
yang sama terhadap berbagai aliran politik di Indonesia yang bebas dalam
membentuk partai-partai politik sebagai sarana demokrasi seperti yang
dinyatakan oleh UUD 1945. Dengan adanya kesempatan ini tidak disia-siakan oleh
para umat Islam. Maka pada tanggal 7-8 November 1945, melalui sebuah kongres
umat islam di Yogyakarta dari hasil kongres ini dibentuklah sebuah partai
Politik Islam dengan nama Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia).[1]
Masyumi yang dibentuk dengan
kongres ini tidak sama dengan Masyumi pada masa bentukan Jepang waktu itu,
karena Masyumi ini dibentuk dan didirikan oleh umat Islam sendiri tanpa campur
tangan dari pihak luar, walaupun nama ini memakai nama yang dulunya sudah ada.
Masyumi dibentuk sebagai wadah partai politik islam dimana ketika pembentukanya
banyak mendapatkan dukungan yang begitu besar dari kalangan umat Islam.
Tokoh-tokoh pendiri partai Masyumi pada waktu itu adalah mereka para anggota
Muhammadiyah, NU, dan PSII diantaranya: Hasyim Asy’arie, Mohammad Natsir,
Zainal Abidin Ahmad, Sjafruddin Prawiranegara, Mohamad Roem, Abu Hanifah,
Hamka, Soekiman Wiryosanjoyo dan Mohammad Rasjidi. Para tokoh-tokoh ini bersatu
dalam wadah Masyumi guna untuk melaksanakan persatuan umat islam di Indonesia
pada waktu itu.[2]
Hasil kongres 7-8 November ini
mengahasilkan dua keputusan yaitu : Pertama, pembentukan sebuah partai
politik islam dengan nama Masyumi. Kedua, dalam mempersatukan seluruh
umat Islam hanya ada partai politik Masyumi, umat Islam tidak boleh memiliki
partai lain. Dari hasil kongres ini Partai Masyumi pada waktu itu mendapatkan
dukungan yang sangat luar biasa dari kalangan para ulama dan mereka senantiasa
berdiri dibelakang partai Masyumi.
Ketua Masyumi pertama adalah
pemimpin muslim terkenal dari Sarekat Islam lama yaitu Soekiman. Dalam perkembangan partai Masyumi ini
selanjutnya terdapat tiga kelompok dalam Masyumi yaitu kelompok konservatif
dimana kelompok ini merupakan pemimpin-pemimpin agama muslim. Kelompok moderat
kelompok ini terdiri dari M Natsir, Sjafruddin, Roem. Dan kelompok sosialis
religius yang lebih berfikir secara barat seperti Soekiman, Jusuf Wibisono dan
Hamka.[3]
B. Tujuan partai Masyumi
Dalam anggaran dasar Masyumi
ditegaskan secara gamblang bahwa tujuan utama dari partai ini adalah agar
terlaksananya ajaran dan hukum islam didalam kehidupan orang-perorang,
masyarakat dan negara Republik Indonesia, yang nantinya akan menuju kepada
keridhaan Ilahi. Selain itu Masyumi juga menginginkan negara yang berdasarkan Islam
dimana negara yang tertuju kepada “Baldatun Thoyibatun Wa Rabbun Ghofur” Partai
Masyumi menginginkan agar kebajikan diliputi keampunan Ilahi, dimana sebuah
negara itu melaksanakan pemerintahan atas dasar muyawarah dengan perantara
wakil-wakil rakyat yang dipilih untuk menentukan kaidah-kaidah kedaulatan
rakyat, kemerdekaan, persamaan, keadilan sosial, seperti yang telah diajarkan
dalam agama Islam. Apabila ini terlaksana maka kaum muslimin mendapatkan
kesempatan untuk mengatur kehidupan pribadi dan masyarakatnya yang sesuai
dengan ajaran dan hukum-hukum Islam. Masyumi juga menginginkan kemerdekaan
untuk menganut dan mengamalkan agamanya serta mengembangkan kebudayaan, agar
masyarakat ini nantinya terjamin atas dasar keragamaan dan juga terpenuhi
hak-hak asasi manusia. Dari pembahasan ini secara tegas Masyumi menjelaskan
prinsip-prinsip musyawarah, kedaulatan rakyat, dan hak asasi manusia, dari sini
muncul sebagai dasar bahwa Masyumi menunjukan sejak awal berdirinya adalah
partai pembela demokrasi, dalam teori dan prakteknya. Semua tujuan ini tidak
lain adalah peran para tokoh-tokoh pada waktu itu.
Pada tanggal 6 Juli 1947 Masyumi
mengeluarkan suatu manifesto politik yang disusun bersama oleh Soekiman,
Samsudin, dan Taufiqurrahman. Dimana masyumi ini berkewajiban memperkuat dan
mempertahankan dasar-dasar yang diletakan dalam konstitusi negara. Maka dari
itu sikap partai Masyumi seharusnya :
1. Sikap terhadap politik luar negeri :
Masyumi dibentuk untuk turut melaksanakan cita-cita
perdamaian dunia yang berdasarkan keadilan dan perikemanusian :yaitu dengan
cara berusaha mempererat tali persaudaraan antara umat Islam Indonesia dan umat
Islam dinegara-negara lain.
2. Sikap terhadap politik dalam negeri :
a. Memperluas usaha untuk mempercepat tercapainya
dasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat permusyawaratan perwakilan dalam
segala lapangan pemerintahan.
b. Menambah tersebarnya ideologi Islam
dikalangan masyarakat Indonesia dengan tidak menghalangi pihak lain yang
sejalan memperkukuh sendi Ketuhanan Yang Maha Esa.
c. Membentengi jiwa umat Islam dari
infiltrasi ideologi-ideologi yang bertentangan dengan tekad fi sabilillah.[4]
C. Sikap Masyumi Terhadap Pemerintah Orde
Lama
Agama Islam di Indonesia merupakan
agama mayoritas penduduknya, namun agama Islam dalam masa permulaan revolusi
tidak kuat didalam pemerintahan, ketidak kuatan ini dapat dilihat pada kabinet KNIP, di kabinet ini hanya dua mentri
yang mewakili dari Masyumi yaitu : Wahid Hasyim dan Abikusno Tjokrosujoso. Kemudian
dalam Badan pekerja KNIP yang jumlahnyaa 15 orang, dan dibentuk Oktober 1945
hanya ada dua orang lagi dari wakil umat Islam yang duduk yaitu Wahid Hasyim
dan Sjafruddin Prawiranegara. Ketika badan pekerja ini diperluas menjadi 26
pada bulan Desember dengan memasukan wakil-wakil daerah, namun pada waktu itu
hanya ada empat orang yang mewakili umat islam kala itu. Sungguh demikian Masyumi
yang merupakan satu-satunya partai Islam ketika itu, dan merasa pembagian
sedemikian itu sangat kurang adil dari pemerintah kepada partai ini. Sesungguhnya
partai Masyumi mengharapkan adanya porsi besar didalam tubuh pemerintahan
Indonesia. Partai Masyumi ini juga menekankan perlunya persatuan serta
pertahanan kemerdekaan daripada mempersoalkan kepentingan diri. Partai Masyumi
tidak menyetujui perubahan sistem kabinet presidensil ke kabinet parlementer.
Perubahan yang terjadi
dipemerintahan waktu itu datang dari Sjahrir dan teman-temanya dalam Badan
Pekerja KNIP. Dari ide Sjahrir ini diumumkanlah tanggal 14 November 1945
sebagai kabinet Sjahrir pertama. Dengan didirikanya kabinet ini hanya seorang
anggota Masyumi yang duduk di kabinet ini yaitu Mohammad Rasjidi. Kemudian pada
tanggal 3 Januari 1946 M Natsir dari Masyumi diangkat menjadi menteri
penerangan. Keduanya menganggap penunjukan ini hanya sebagai perwakilan
perseorangan bukan atas perwakilan partai Masyumi. Dari sinilah menimbulkan
kekecewaan yang sangat besar dari partai Masyumi.
Kekecewaan partai Masyumi terhadap
pemerintahan yang mengubah presidensil ke parlementer disampaikan oleh Natsir dalam
sidang KNIP kemudian dibawa ke dalam partai yang nantinya menjadi manifesto
partai Masyumi. Alasan mendasar pemerintah merubah pada waktu itu yaitu untuk
membersihkan kalangan pemerintah dari orang-orang yang telah bekerjasama dengan
Jepang. Namun alasan ini tidak diterima oleh Masyumi sesungguhnya dalam kabinet
Sjahrir merupakan orang-orang yang bekerjasama dengan Jepang dan Belanda pada
masa pendudukanya.
Kekecewaan Masyumi inipun
berkembang menjadi tuntutan perubahan pada tubuh Kabinet Sjahrir. Masyumi
menilai bahwa dalam Kabinet Sjahrir ini tidak memahami perubahan radikal dan
revolusi mental dari jiwa bangsa kita yang dahulunya bersifat lemah dan tak
berdaya, menjadi kuat dan penuh semangat perjuangan oleh sebab itu pemerintahan
pada waktu itu menimbulkan jurang pemisah antara rakyat, pemerintah dan seluruh
umat Islam yang menjadi bagian besar dari rakyat Indonesia.[5]
Pemikiran para anggota Masyumi
tentang demokrasi pada masa Orde Lama sesungguhnya menghadapi dua ancaman
terbesar: kediktatoran Soekarno dan totalitarianisme partai komunis. Jika para anggota Masyumi ditanya kenapa mereka
mendukung demokrasi, jawabannya hampir pasti adalah Islam, karena Islamlah yang
membuat mereka demokratis.[6]
D. Perpecahan dalam Partai Masyumi
Seperti yang telah disebutkan di
atas bahwa Partai Masyumi sebagai wadah Umat Islam dan dari hasil kongres hanya
ada satu partai Islam yaitu Masyumi. Pada Juli 1947, kurang dari setahun
setelah menggabungkan diri ke dalam Masyumi, PSII menarik keanggotaanya dan
menyatakan diri sebagai partai politik independen. Sekalipun PSII merupakan
kekuatan politik kecil pada saat itu, namun keputusannya keluar dari Masyumi
menunjukkan gejala mulai merapuhnya ikatan politik di tubuh Masyumi.[7]
Pada tahun 1952, Masyumi mengalami
perpecahan ketika NU memutuskan menarik diri dari Masyumi dan membentuk partai
politik yang berdiri sendiri. Alasan NU keluar dari Partai ini dikarenakan
adanya perubahan dalam tubuh Masyumi yaitu perubahan sifat dari suatu
organisasi memberi tempat penting ulama menjadi organisasi yang tidak
menghormati ulama.[8]
Peristiwa itu sendiri menjadi pukulan hebat bagi Masyumi karena NU memiliki
pengikut yang sangat besar di beberapa wilayah, terutama di Jawa Timur, Jawa
Tengah dan Kalimantan Selatan yang padat penduduknya. Dampak dari perpecahan
Masyumi sendiri baru terlihat ketika pada Pemilu 1955, mereka hanya meraih 57
kursi dari total 257 kursi di parlemen.
Setelah pemilu 1955, Masyumi
semakin sering berbeda pendapat dengan partai-partai lain di kabinet maupun
parlemen dalam beberapa isu politik, terutama peranan PKI. Hal itu menimbulkan
perselisihan dengan Presiden Soekarno, yang menginginkan dilibatkannya PKI
dalam kehidupan pemerintahan.[9] Masyumi pada akhirnya
dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada
tahun 1960
dikarenakan tokoh-tokohnya dicurigai terlibat dalam gerakan pemberontakan dari
dalam Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI).[10]
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
Partai Masyumi resmi di bentuk pada tanggal 7
November 1945, melalui sebuah kongres umat islam di Yogyakarta dari hasil
kongres ini diantaranya dibentuklah sebuah partai Politik Islam dengan nama
Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia). Sebagai wadah persatuan umat Islam
di Indonesia. Dan hasil lainya dari kongres ini dimana seluruh umat Islam di
Indonesia hanya berpegang pada satu partai Islam yaitu Masyumi ini saja. Namun
pada berjalanya Partai ini terjadilah perpecahan yang ada didalam tubuh Masyumi.
Perpecahan itu dapat diurutkan dari tahun 1947 PSII keluar dari Masyumi, pada
tahun 1952 disusul NU keluar dari Partai ini, dan akhirnya pada tahun 1960
dibubarkan oleh presiden Soekarno.
Tujuan utama didirikanya Partai Masyumi ini yaitu
agar umat Islam mempunyai peranan penting di arus perubahan dan persaingan di
Indonesia. Tujuan lain dari Partai ini tidak lain yang telah tercantum dalam
anggaaran dasar mereka yaitu menegakan negara republik Indonesia dan agama
Islam serta melaksanakan cita-cita Islam dalam urusan kenegaraan. Masyumi dapat
disimpulkan bahwa partai ini menyerap ide-ide barat, seperti tentang demokrasi
dan perinsip negara hukum. Tetapi dari kesemua itu dapat ditegakan diatas
fondasi moral Islam yang kokoh.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syafii Maarif. 1985. Islam
dan Masalah Kenegaraan (Studi tentang Percaturan dalam Konstituante).
Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia.
Deliar Noer. 1987. Partai Islam
di Pentas Nasional 1945-1965. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.
Lutfhi Assyaukanie. 2011. Ideologi
Islam dan Utopia: Tiga Model Negara Demokrasi di Indonesia. Jakarta :
Freedom Institute.
Wikipedia. “Partai
Masyumi”. Dalam http” http://id.wikipedia.org/wiki/Masyumi”
Diunduh Pada Tanggal 26 April 2013, pukul 09.21 WIB.
Historia
Ensiklopedia. “Partai Masyumi 1945-1960”. Dalam http” http://historiaensiklopedia.blogspot.com/partai-masyumi-1945-60_07.html”
Diunduh Pada Tanggal 26 April 2013, pukul 09.21 WIB.
[1]Ahmad
Syafii Maarif. Islam dan Masalah Kenegaraan(Studi tentang Percaturan dalam
Konstituante). (Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia. 1985) hlm. 110
[2]Ahmad
Syafii Maarif. Ibid. 111
[3]Ahmad
Syafii Maarif . Ibid., hlm. 113
[4] Deliar Noer. Partai Islam di Pentas
Nasional 1945-1965. (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti. 1987)., hlm. 120-121
[5] Deliar
Noer. Ibid., hlm 151-154
[6]
Lutfhi Assyaukanie. Ideologi Islam dan Utopia: Tiga Model Negara Demokrasi
di Indonesia. (Jakarta : Freedom Institute. 2011)., hal. 94
[7] Ahmad
Syafii Maarif . Ibid., 115
[8] Deliar
Noer. Ibid., hlm. 81
No comments:
Post a Comment