Search This Blog

Friday, December 21, 2012

Modernisme



BAB I
PENDAHULUAN

Masyarakat atau manusia dewasa ini sedang mengalami apa yang disebut sebagai krisis kehidupan. Akar krisis ini menurut mereka yang punya “mata” kritis terhadap realitas, ada di dalam realitas kemoderenan, yang ironisnya dianggap sebagai karya manusia yang paling hebat. Manusia modern tidak pernah berpikir bahwa ia sesungguhnya adalah bagian dari alam (keseluruhan kosmos). Sebaliknya, ia menganggap dirinya sebagai entitas yang terpisah dari alam. Ia punya akal, yakni sebuah kemampuan yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh makhluk lain manapun juga di modernis. Dengan akal ini manusia modern dapat bukti bahwa ia membuat banyak hal yang hebat didalam hidupnya. Ia bahkan menemukan modern-hukum alam dan kemudian dalam beberapa aspek modern ini memanipulasinya. Oleh karena itu manusia menjadi “sombong” dan menganggap diri lebih dari alam, dan ia merasa punya hak untuk menguasainya, dalam arti memakainya semata-mata demi kepentingan sendiri.
Berjuang demi kepentingan sendiri atau dengan kata lain penekanan pada individualitas yang modernis merupakan salah satu karakter utama modernis. Rene Descartes, dengan konsep “cogito ergo sum”-nya, demikian pun Francis Bacon ataupun Isaac Newton telah menggulirkan berbagai konsep dasar bagi sains modern, yang ujung-ujungnya menjadi penopang utama kecenderungan modernis mistic modern. Dibawah ini kami akan menguraikan tentang modernisme atau dunia modern yang kita alami pada masa-masa modern saat ini.

Rumusan Masalah:
  1. Penjelasan mengenai Modernisme itu sendiri
  2.  Perkembangannya



BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Modernisme
Modernisme secara etimologis berasal dari akar kata “modern” yang muncul dari kata “modernus” (latin) yang artinya “sekarang”.[1] Modernisme ialah konsep yang berhubungan dengan hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya di zaman modern.[2] Menurut Hassan Hanafi tulang punggung Modernisme ialah rasionalisme, kebebasan demokrasi, pencerahan, dan humanisme sebagai suatu konsep ideal yang kegunaannya tidak diragukan lagi. Analisisnya terhadap Barat, ia lebih memilih lingkungan Eropa, yang menjadi basis lokal bagi kekhasan peradaban Barat dan ia mengandung hakekat bangsa barbar dengan watak sensasional, materialistik, liar, dan rasial.[3] Secara historis menurut beberapa sumber, istilah muncul dalam konteks Kristiani Barat, sekitar akhir abad ke-19, yakni dipakai untuk menamai gerakan teolog Katholik yang menggulirkan pemikiran kritis dan skeptis terhadap dogma tradisional Kristen.[4]
Antony Giddens dipermulaan bukunya, The Consequences of Modernity, memaknai realitas kemoderenan (modernisme/modernitas) sebagai pola hidup sosial atau organisasi masyarakat/manusia, yang muncul di Eropa mulai dari sekitar abad ke-17 dan seterusnya, yang kemudian begitu mempengaruhi dunia. Lawrence Cahoone dalam buku The Dilemma of Modernity mengartikan realitas kemoderenan sebagai keseluruhan ide, prinsip, dan pola interaksi, yang muncul dari berbagai macam bidang, mulai dari filsafat hingga ekonomi yang menjadi dasar perkembangan masyarakat dan kultur Eropa Barat dan Tengah serta Amerika, sejak abad ke-14 hingga abad ke-20.[5]
  1. Perkembangan Modernisme
Berdasarkan studi tentang perkembangan pemikiran dan kultur masyarakat manusia, banyak ahli menarik kesimpulan bahwa secara historis gerakan kemoderenan pertama kali hadir secara eksplisit pada masa Renaisans dan pencerahan, yakni sekitar tahun 1500, dan dalam konteks dunia Barat yang Kristen. Bagi Descartes, pikiran adalah subjek, sementara materi adalah objek. Pemisahan antara pikiran dan materi ala Descartes ini, serta penekanannya pada superioritas ratio atas segala sesuatu, kemudian menjadikan dasar perkembangan filsafat modern ataupun pemikiran modern lainnya. Beberapa karakteristik dasar kemoderenan muncul dari konsep-konsep Descartes seperti: rasionalisme, individualisme, subjektivisme, kebenaran objektif, dan lain-lain. Ada perbedaan penting antara filsafat abad pertengahan dengan abad modern, perbedaan tersebut bukanlah dilihat dari segi dikotomi mundur dan maju seperti halnya pada dunia ilmu pengetahuan. Perbedaan keduanya lebih sering dilihat dari sudut ciri khasnya masing-masing.[6]
Banyak kaum inletektual setuju bahwa tahapan perkembangan pemikiran modern adalah dari masa lahirnya (Renaisans) hingga saat ini. Namun ada juga sebagian pemikir yang juga dengan tegas menyatakan bahwa periode kemoderenan telah berhenti di akhir abad ke-20. Menyangkut perkembangan kemoderenan ini, Lawrence E. Cahoone punya pandangan yang sedikit berbeda. Ia membagi perkembangan kemoderenan dalam dua tahap, yakni: kemoderenan awal yang berlangsung dari abad ke-16-19, kemoderenan akhir dari akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20.
Secara historis, filsafat materialis yang menjadi ideologi dasar kemoderenan, kemudian berkembang memanifestasikan dirinya dalam berbagai tren intelektual modern, mulai dari rasionalisme (Descartes), empirisme (Inggris), kritisisme, idealisme, positivisme (Comte), materialisme, marxisme, idealisme, pragmatisme, eksistensialisme, hingga strukturalisme. Semua tren intelektual tersebut menyumbang pada kemajuan sains modern yang begitu pesat dan canggih, sehingga akhirnya paradigma saintifiklah yang menjadi paradigma utama kemoderenan.

  1. Modernisme seni di Eropa
Modernisme seni di Eropa telah dimulai sejak tahun 1800an. Pada era ini, ditemukan teori relatifitas, dimulainya industrialisasi serta ilmu pengetahuan sosial yang memancing gaya-gaya baru dalam bidang seni. Gebrakan-gebrakan dapat terlihat pada 15 tahun pertama abad ke-19. Bisa dilihat dari munculnya gaya lukisan abstrak ekspresionis pada tahun 1903 yang dipelopori oleh Wassily Kandinsky dan bangkitnya cubism pada tahun 1908 yang dipelopori Pablo Picasso dan Georges Braque. Di awal Perang Dunia ke I, tekanan dan ketidak nyamanan keadaan sosial yang terjadi seperti saat Revolusi Rusia, telah memunculkan pergerakan-pergerakan radikal dalam seni yang menolak kebiasaan-kebiasaan lama. Dimulai ketika Komposer ternama Rusia Igor Stravinsky pada tahun 1913 mencoba memunculkan pertunjukan yang menunjukan manusia yang menjadi korban, serta Pablo Picasso dan Paul Matisse yang menolak sistem perspektif  tradisional yang menjadi ciri khas lukisan terstruktur, hal seperti ini bahkan belum pernah dilakukan oleh para pelukis impresionis sekelas Cezanne sekalipun. Inilah yang mulai memperjelas apa yang sebenarnya diistilahkan sebagai “Modernisme”, yaitu penolakan serta pergerakan terhadap kesederhanaan gaya Realis dalam literature dan seni, serta mengubah totality dalam musik.[7]
Pada tahun 1920, Modernisme yang di era sebelum perang hanyalah sebuah efek minoritas mulai menegaskan dirinya sebagai hal yang dapat mengubah zaman. Modernisme di Eropa terlihat dalam pergerakan-pergerakan seni yang kritis seperti Dadaism dan selanjutnya dalam pergerakan kontruktivisme seperti Surealisme, seperti juga dalam pergerakan-pergerakan kecil seperti Bloomsburry Group (kelompok pelajar Bohemian di Inggris). Masing masing pergerakan ini menunjukan metode-metode baru untuk menghasilkan hasil yang baru. Gaya-gaya yang muncul, terutama Surealis, Cubis, Ekspresionisme, Fauvisme, Futurisme serta Leninisme secara cepat diadopsi ke daerah-daerah luar yang jauh dari daerah asalnya.
Yang cukup menonjol peranannya serta tidak dapat dilupakan ialah dua kelompok besar era Modernisme yang menggusung kuat seni Modern di Eropa dan belakangan diadopsi sampai ke Amerika, berbeda dengan gaya-gaya di atas yang lebih berkategori anti-seni, dua Kelompok ini lebih dikenal sebagai pengembang ide-ide baru yang berkaitan dengan seni, arsitektur, desain, dan pendidikan seni. Dua Kelompok ini ialah Bauhaus (Jerman) dan de Stijl (Belanda) Pada tahun 1930, Modernisme di Eropa telah memperoleh posisi penting baik dalam politik dan seni.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Modernisme itu merupakan konsep yang berhubungan dengan manusia dengan lingkungan sekitarnya di zaman modern ini. Ada pendapat mengenai modernisme dari para ahli diantaranya : Hassan Hanafi berpendapat bahwa yang menjadi tulang punggung Modernisme ialah rasionalisme, kebebasan demokrasi, pencerahan, dan humanisme sebagai suatu konsep ideal yang kegunaannya tidak diragukan lagi. Sedangkan menurut  Antony Giddens memaknai realitas kemoderenan sebagai pola hidup sosial atau organisasi masyarakat/manusia, yang muncul di Eropa mulai dari sekitar abad ke-17 dan seterusnya, yang kemudian begitu mempengaruhi dunia.
Berdasarkan studi tentang perkembangan pemikiran dan kultur masyarakat manusia, banyak ahli menarik kesimpulan bahwa secara historis gerakan kemoderenan pertama kali hadir secara eksplisit pada masa Renaisans dan pencerahan, yakni sekitar tahun 1500, dan dalam konteks dunia Barat yang Kristen.



Daftar Pustaka
Juhaya S Praja. 1997. Aliran-aliran Fisafat dan Etika. Yayasan Piara: Bandung.
Kazuo Shimogaki. 1997. Kiri Islam antara Modernisme dan Postmodernisme Kajian Kritis atas pemikiran Hassan Hanafi . Yogyakarta:  LKiS Yogyakarta.
Emanuel Wora. 2006. Perenialisme kritik atas Modernisme dan Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius.
Wikipedia. 2012. “Modernisme”. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Modernisme Diunduh Pada Tanggal 15 Desember 2012, pukul 09.21 WIB.



[1] Emanuel Wora, Perenialisme kritik atas Modernisme dan Postmodernisme (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm. 37
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Modernisme
[3] Kazuo Shimogaki, Kiri Islam antara Modernisme dan Postmodernisme Kajian Kritis atas pemikiran Hassan Hanafi (Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, 1997), hlm.59
4 Emanuel Wora, Perenialisme kritik atas Modernisme dan Postmodernisme (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm. 38
[5] Ibid, hlm. 38-39
[6] Juhaya S Praja, Aliran-aliran Fisafat dan Etika, ( Yayasan Piara: Bandung, 1997), hlm. 90
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Modernisme

No comments:

Post a Comment