Disusun
Untuk Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
Di
Ajukan Kepada : Zuhrotul Latifah, S.Ag., M.Hum
Oleh :
Eni Juariyah
|
11120029
|
Agus Dwi Cahyono
|
11120089
|
Muhamadi
|
11120093
|
JURUSAN
SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS
ADAB DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
Pada masa pemerintahan Belanda di Yogyakarta ada tokoh yang bernama
Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan, beliau merupakan
pendiri Muhammadiyah pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan pada tanggal
18 November 1912, di kampung Kauman Yogyakarta. Pada tahun itu, K.H. Ahmad
Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melakukan cita-cita dalam
pembaharuan Islam di Indonesia. K.H. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu
pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la
ingin mengajak umat Islam di Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan
Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sejak pertama didirikan, telah ditegaskan bahwa
Muhammadiyah bukan organisasi yang bergerak dibidang politik, namun bersifat
sosial dan bergerak dibidang pendidikan.
Sasaran strategis dari pembaharuan Muhammadiyah yaitu syirik,
bid’ah dan khurafat yang melekat pada masyarakat jawa. Untuk lebih jelasnya
pemakalah telah menyiapkan materi pembahasan yang akan dibahas pada kesempatan
kali ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
K.H Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun) adalah putra keempat
dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H.
Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Nama kecil K.H Ahmad Dahlan adalah
Muhammad Darwis. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang
keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Ia termasuk keturunan
yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang yang terkemuka diantara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama
Islam di Jawa.[1] Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah
(Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung
Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, K.H
Muhammad Sulaiman, K.H Abu Bakar, dan Muhammad Darwis (Ahmad Dahlan).[2]
Pada umur 15 tahun, Muhammad Darwis pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Muhammad
Darwis mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam,
seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke
kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad
Dahlan. Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan
menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari.
Sepulang dari Mekkah, K.H Ahmad
Dahlan menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai
Penghulu Haji Fadhil, Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, K.H Ahmad Dahlan
mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan
Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Disamping itu K.H Ahmad Dahlan pernah pula
menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum,
adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari
perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama
Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.[3]
B. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah
Kauman, sebuah daerah di kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan,
Kota Yogyakarta, sekitar 500 meter ke arah selatan dari ujung kawasan
Malioboro. Ditempat inilah Muhammadiyah lahir pada 8 Dzulhijjah 1330,
bertepatan dengan tanggal 18 November 1912. Maksud dan tujuannya ialah untuk
menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam, sehingga dapat mewujudkan
masyarakat islam yang sebenar-benarnya.[4] Faktor-faktor
lain yang mendorong K.H Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah antara
lain:
1.
Ajaran
Islam dilaksanakan tidak secara murni bersumberkan Al Qur’an dan Hadist, tetapi
tercampur dengan perbuatan syirik dan khurafat.
2.
Lembaga-lembaga
pendidikan Islam tidak lagi dapat memenuhi tuntunan zaman, akibat dari
terlampau mengisolir diri dari pengaruh luar.
3.
Keadaan
umat yang sangat menyedihkan dalam bidang sosial, ekonomi, politik, kultural,
akibat adanya penjajahan.[5]
Semangat yang ditunjukan Muhammadiyah
yang lahir untuk mementingkan pendidikan dan pengajaran yang berdasarkan Islam,
baik pendidikan di sekolah/madrasah ataupun pendidikan dalam masyarakat. Maka
tidak heran sejak berdirinya Muhammadiyah membangun
sekolah-sekolah/madrasah-madrasah dan mengadakan tabligh-tabligh, bahkan juga
menerbitkan buku-buku dan majalah-majalah yang berdasarkan islam. Diantara
sekolah-sekolah Muhammadiyah yang tertua dan jasanya ialah:
1.
Kweekschool
Muhammadiyah Yogya.
2.
Mu’allimin
Muhammadiyah, Solo, Jakarta.
3.
Mu’allimat
Muhammadiyah Yogyakarta.
4.
Zu’ama/Za’imat
Yogyakarta.
5.
Kuliyah
Mubaligin/mubalighat, padang panjang.
6.
Tablighschool
Yogyakarta.
7.
H.I.K
Muhammadiyah Yogya.
Dan masih banyak lagi
sekolah/madrasah yang didirikan oleh Muhammadiyah ini, semua sekolah/madrasah
ini didirikan pada masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang, yang tersebar
pada tiap-tiap Cabang Muhammadiyah seluruh kepulauan Indonesia.
Pada masa Indonesia merdeka
Muhammadiyah mendirikan sekolah/madrasah berlipat-lipat ganda banyaknya dari
masa penjajahan Belanda dahulu. Jika di jumlahkan ada 682 buah Madrasah dan 877
buah Sekolah Umum dan totalnya 1559 buah madrasah dan sekolah umum.[6]
Mula-mula K.H Ahmad Dahlan memberi
pelajaran agama islam di Kweekschool Jetis, sekolah guru pada zaman penjajahan
Belanda meskipun pelajaran itu hanya diberikan diluar pelajaran-pelajaran yang
formal. Sistem yang beliau gunakan sudah sangat pedagogis. Di samping
memberikan pelajaran islam di Kweekschool. K.H Ahmad Dahlan mendirikan
sekolah-sekolah yang sebagian mengikuti teknik sekolah-sekolah kursi, meja,
kapur dan lain-lain tetapi diberi juga pelajaran agama. Disamping itu didirikan
juga madrasah-madrasah yang merupakan modernisasi dari pesantren-pesantren yang
telah ada kitab-kitab, metode mengajarnya, latihan dan ujian diambil dari
sekolah model barat. Dengan demikian Muhammadiyah berhasil mendekatkan dua
golongan rakyat, yakni kaum intelek
Indonesia yang memperoleh didikan model Barat dengan rakyat dengan rakyat selebihnya
yang melulu mendapatkan pelajaran agama, dua golongan yang sudah mulai terpisah
dan tercerai.[7]
Muhammadiyah telah mengadakan
pembaharuan pendidikan agama dengan jalan modernisasi dalam sistem pendidikan,
menukar sistem pondok pesantren dengan sistem pendidikan yang modern yang
sesuai dengan tuntutan dan kehendak zaman. Mengajarkan agama dengan ceera yang
mudah difaham, didaktis, dan pedagogis, selalu menjadi pemikiran dalam
Muhammadiyah.
Selain jasa di bidang pendidikan,
ada pula usaha dan jasa-jasanya yang besar lainya yaitu : mengubah dan
membetulkan arah kiblat yang tidak tepat menurut mestinya. Umumnya
masjid-masjid dan langgar-langgar di Yogyakarta menghadap ke jurusan timur dan
orang-orang sembahyang di dalamnya menghadap kearah barat lurus. Padahal kiblat
yang sebenarnya menuju Ka’bah dari tanah jawa haruslah miring ke arah utara ±
24 derajad dari sebelah barat. Berdasarkan ilmu pengetahuan tentang ilmu falak
itu orang tidak boleh menghadapa kiblat menuju barat lurus, melainkan harus
muring ke utara ± 24 derajad. Oleh sebab itu K.H Ahmad Dahlan mengubah bangunan
pesantrennya sendiri, supaya menuju arah kiblat yang betul. K.H Ahmad Dahlan
juga mengajarkan agama islam secara populer, bukan saja di pesantren, melainkan
ia pergi ke tempat-tempat lain seperti mendatangi berbagai golongan bahkan
dapat dikatakan bahwa K.H Ahmad Dahlan adalah bapak mubalik islam di jawa
Tengah. K.H Ahmad Dahlam memberantas bit’ah-bit’ah dan khurafat serta adat
istiadat yang bertentangan dengan ajaran agama islam.[8]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah
membahas maka dapat disimpulkan tujuan utama Muhammadiyah adalah:
a.
Mengembalikan
amal dan perjuangan umat pada sumber Al Qur’an dan Hadist, bersih dari Bid’ah
dan khurafat.
b.
Menafsirkan
ajaran-ajaran Islam secara moderen.
c.
Memperbaharui
sistem pendidikan Islam secara moderen sesuai dengan kehendak dan kemajuan
zaman.
d.
Membebaskan
umat dari ikatan-ikatan tradisionalisme, konservatisme, taqlidisme dan
formalissme yang membelenggu kehidupan uamat.
Daftar
Pustaka
Muhammad Amien Rais dkk, Pendidikan Muhammadiyah dan Perubahan
Sosial (sarasehan pimpinan pusat ikatan pelajar muhammadiyah). Yogyakarta :
PLP2M, 1985.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta:
Hidakarya Agung, 1996.
Yunus Salam, Riwayat Hidup KHA
Dahlan Amal dan perjuangannya.
Jakarta: Depot Pengajaran Muhammadiyah, 1968.
Sidik Jatmika dan Zahrul Anam, Kauman (Muhammadiyah Undercover).
Yogyakarta: Gelanggang, 2010.
Sutrisno Kutojo dan Mardanas Safwan. K.H. Ahmad Dahlan :
riwayat hidup dan perjuangannya. Bandung: Angkasa, 1991.
[1] Sutrisno
Kutojo dan Mardanas Safwan. K.H. Ahmad Dahlan : riwayat hidup dan
perjuangannya . Hal a-b
[3] Ibid ., Hal 9
[4] Sidik
Jatmika dan Zahrul Anam, Kauman (Muhammadiyah Undercover). Hal 13
[5] Muhammad
Amien Rais dkk, Pendidikan Muhammadiyah dan Perubahan Sosia (sarasehan
pimpinan pusat ikatan pelajar muhammadiyah). Hal 13
[6] Mahmud
Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Hal 270
[7] Muhammad
Amien Rais dkk, Pendidikan Muhammadiyah dan Perubahan Sosial (sarasehan
pimpinan pusat ikatan pelajar muhammadiyah). Hal 15
[8] Mahmud
Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Hal 267-268.