BAB
I
PENDAHULUAN
Syi’ah dalam sejarah pemikiran Islam merupakan sebuah aliran
yang muncul dikarenakan politik dan kemudian berkembang menjadi aliran teologi
dalam Islam. Sebagai salah satu aliran politik, bibitnya sudah ada sejak
timbulnya persoalan siapa yang berhak menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah.
Dalam persoalan ini Syi’ah berpendapat bahwa yang berhak menjadi khalifah
sepeninggal Rasulullah adalah keluarga sedarah yang dekat dengan Nabi, yaitu
Ali bin Abi Thalib dan harus dilanjutkan oleh anaknya, Hasan dan Husen, serta
keturunan-keturunannya. Syi’ah muncul sebagai salah satu aliran politik dalam
Islam baru dikenal sejak timbulnya peristiwa tahkim (arbitrase). Sementara
Syi’ah dikenal sebagai sebuah aliran teologi dalam Islam, yaitu ketika mereka
mencoba mengkaitkan iman dan kafir dengan Imam, atau dengan kata lain ketaatan
pada seorang Imam merupakan tolok ukur beriman tidaknya seseorang, di samping
paham mereka bahwa Imam merupakan wakil Tuhan serta mempunyai sifat ketuhanan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Syiah
1. Etimologi
Syiah berarti para pengikut,
penyokong, pendukung dan pembela. Dalam pengertian yang berkembang pada waktu
sekarang ini, kata syi’ah telah menjurus kepada satu pengertian tersendiri,
yakni nama bagi sekelompok orang yang menjadi pengikut dan pendukung Ali bin
Abi Thalib. Ide tentang hak Ali dan anak keturunannya untuk menduduki jabatanya
khalifah atau imam telah ada sejak wafatnya Nabi. Ketika Rasullulah masih hidup
para pendukung Ali (Bani Hasyim) telah mendesas desuskan agar Ali yang
menggantikan Nabi SAW. Karena mereka merasakan kesukaan dan kekeluargaan itu
tetap merupakan ikatan tajam didalam islam.[1]
2. Terminologi
Istilah syiah berasal dari kata Syi’ah bentuk tunggal dari kata syi’i “Syiah” adalah bentuk pendek dari
kalimat bersejarah Syiah Ali artinya “pengikut ali”. Mereka yang menyatakan
bahwa Ali bin Abi Thalib sangat utama diantara para sahabat dan lebih berhak
untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu
sepeninggalan Beliau.
B.
Lahirnya Syi’ah
Terdapat dua pendapat pertama setelah wafat Nabi.
Kalangan muslim yang tidak mengakui kepemimpinan Khalifah Abu Bakar setelah
Nabi Muhammad SAW adalah penganut Syiah. Kedua mereka berpendapat bahwa syiah
lahir setelah perang siffin. Pasukan Ali yang keluar karena kecewa atas
keputusan tahkim menjadi kelompok khawarij dan yang tetap bersama Ali disebut
Syiat Ali.
Pada zaman pemerintahan Khalifah Abu
Bakar, Umar, dan Usman kalimat syi’ah dalam arti faktual satu kelompok atau
pahaman belum wujud dan belum terbentuk. Tetapi kelompok ini lahir ketika
terjadinya pertikaian dan peperangan antara syi’ah (penyokong) Ali dan syi’ah
Mu’awiyyah.
C. Ajaran-Ajaran
Pokok Syi’ah
1.
Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa
2.
Al A’dl, bahwa Allah SWT adalah Maha
Adil
3.
An Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi’ah
pada keberadaan para nabi sama seperti muslimin lain, I’tikadnya tentang
kenabian ialah:
a.
Jumlah nabi dan Rasul Allah adalah
124.000
b.
Nabi dan Rasul terakhir ialah Nabi Muhammad SAW
c.
Nabi Muhammad SAW suci dari berbagai aib
dan tiada cacat apapun. Beliaulah nabi utama dari seluruh nabi yang ada
d.
Ahlul Baitnya, Ali, Fatimah, hasa,
Husen, dan sembilan imam dari keturunan Husen
e.
Al Quran ialah mu’jizat kekal nabi
Muhammad SAW
4.
Al Imamah, bahwa bagi Syi’ah berarti
pemimpin urusan agama dan dunia yaitu seorang yang bisa menggantikan peran nabi
Muhammad SAW sebagai pemelihara syari’ah islam.
5.
Al Ma’ad, bahwa Syi’ah mempercayai
kehidupan akhirat.
Dalam
Syi’ah syahadah tidak termasuk rukun islam karena syahadah yang dibacakan tidak
menjamin kebenaran isi hati seseorang terhadap Allah SWT dan Rasul sebagai
utusan Allah. Karena itu sy’iah menetapkan bahwa yang termasuk rukun Islam
adalah sholat, puasa, zakat, haji dan wilayah.
Yang menjadi ciri aliran Syi’ah adalah nikah mut’ah, sholat tiga waktu
perayaan asyuro dan taqiyyah.
D. Cabang-Cabang
dalam Syi’ah
Cabang
aliran Syi’ah ini terbagi menjadi beberapa golongan. Dalam keterangan buku lain
sekte syiah terpecah menjadi 22 sekte, hanya tiga sekte yang masih ada sampai
sekarang yaitu Imamiyah, Ismailiyah, Zaidiyah. Sebab perpecahan tersebut adalah
adanya perbedaan pendapat dalam masalah fiqh dan soal pemegang tampuk
pemerintahan.
1. IMAMIYAH
Golongan
ini bernamakan imamiyah karena menonjolkan 12 imam (imamiyah itsna
asya’ariyah), imam yang 12 ini dianggap suci dari kesalahan dan karena sucinya
itu, para imam inilah yang berhak menjadi khalifah.
Mereka adalah :
a. Ali
bin Abi Thalib g. Musa
Ubnu Ja’far
b. Hasan
bin Ali h. Ali Ar
Ridha
c. Husein bin Ali i.
Muhammad A Jawad
d. Zainul
Abidin j. Ali Al
Hadi
e. Muhammad
Al Baqir k. Hasan Al Ashary
f. Ja’far
Ash Shidiq l. Muhammad
Al Mahdi
Dalam urusan fiqh atau syari’ah imamiyah dan
syafi’iyah sama-sama melakukan qunut dalam shalat. Imamiyah melakukan qunut
tiap selesai membaca surat Al Quran sebelum ruku’ tiap rakaat kedua dan
ditetapkan pada semua shalat wajib.
Golongan ini tidak mengakui ijma’ dan qiyas.
Berdusta terhadap Rasul termasuk membatalkan puasa, mewajibkan qadha dan
kaffarah terhadap orang yang sengaja membatalkan puasa. Akad niklah harus
dengan bahasa Arab, talak tidak sah jika tidak disaksikan oleh tiga orang
saksi. Tidak boleh mengawini wanita kitabiyah. dll[2]
Dalil tasyri yang digumakan golongan ini Al Kitab,
As Sunah, dan ijma’ yaitu persetujuan ulama yang dibenarkan oleh imam-imam yang
ma’shum, bukan semata-semata persetujuan pendapat ulama. Dalam masalah furu’
pendapat mereka hampir sama dengan madzab Syafi’i. Imamiyah merujuk pada pendapat yang
diriwayatkan para imam mereka sendiri dan ijtihad para ulama Syi’ah. Mujtahid
yang termasyhur ada dua yaitu, Ja’far As Shadiq dan Zurarah Ibnu A’yun.
Madzab Syiah Imamiyah adalah madzab negara Iran
sejak negeri itu diperintah oleh diansti Shafawiyah, yaitu keluarga Ismail Ash
Shafawy. Pembangun madzab ini di Iran ialah Abu Ja’far Muhammad ibnu Hasan ibnu
Farukh Al Qummy. Kemudian ibnu Ya’cub ibnu Ishak Al Kulaily.
Dalam ibadah sosial imamiyah tidak hanya membahas
fiqih zakat tetapi membahsa khumus(1/5 yang harus dikeluarkan oleh umat islam).
Golongan ini tidak mengartikan harta rampasan itu sebagai harta yang diperoleh
muslim dari harta orang-orang non muslim, tapi justru dimaknai lebih umum.[3]
Fatwa mengenai fiqih dalam syiah Imamiyah berasal
dari Imam Ja’far As Shadiq dan puteranya Imam Musa Al Qassim yang dikenal
sebagai imam Syiah Imamiyah yang berhasil menyusun kitab fiqih Al Halal wa Al
Haram.
Kitab-kitab madzab Syiah Imamiyah:
a. Al
Kafi fi Ilmiddin
b. Syara’i’ul
Islam
c. Tazkiratul
Fuqaha
d. Miftahul
Karamah
e. Wasailul
Syi’ah ila Masailis Syari’ah[4]
2. ZAIDIYAH
Golongan
ini disebut juga lima imam, dinamakan demikian sebab mereka merupakan pengikut
Zaid bin Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib. Mereka dapat dianggap moderat
karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum Ali tidak sah. Urutan imam
mereka yaitu:
a. Ali
bin Abi Thalib d.
Ali bin Husain
b. Hasan
bin Ali e.
Zaid bin Ali[5]
c. Husein bin Ali
Golongan ini berpendapat bahwa yang
berhak menjadi khlifah setelah wafatnya Ali ibn Husein adalah Zaid ibnu Ali,
Imam Syafi’i yang kelima madzab zaidiyah lebih moderat dan lebih dekat kepada
ahlu sunnah dan ahlu ra’yi. Hanya dalam berbagai masalah saja mereka berlawan
dengan ahlu sunnah antara lain:
a. Mengharamkan
sembelihan orang kafir
b. Tidak
membolehkan menyapu sepatu dalam
berwudhu
c. Tidak
membolehkan mengawini wanita kitabiyah
Mereka tidak sepaham dengan syiah imamiyah mengenai
nikah mut’ah. Dalam hal memegang hal tampuk pemerintahan mereka membolehkan
orang yang kurang utama menjadi kepala negara.
Ulama zaidiyah yang terkenal ialah Al Hasan ibnu
Shalih ibn Hany. Dalam hal kitab mereka yang paling tua adalah Al Majmu’ yang
mengandung hadist dan fatwa yang mengandung hadist dan fatwa yang diriwayatkan
dari imam zaid ibn Ali. Syiah Zaidiyah mengakui imamah Abu Bakar dan Umar
meskipun Ali menjadi utama.para imam yang utama yaitu Al Imam Tarjamuddin Al
Qasim ibn Ibrahim Al Hasany At Thaba Athatabay, Abdul Husain Yahya ibnul Husain
ibn Qasim ibn Ibrahim Al Hasaniy Al-Hadi ilal Haq, An Nashirul Haq Al Hasan ibnu Ali Athrusy.[6]
Zaidiyah meyakini bahwa setiap orang yang berasal
dari garis keturunan Fathimah Az Zahra pasti seorang alim, zahid, dermawan dan
pemberani, serta bisa menjadi imam. Zaidiyah menilai bahwa semua pelaku dosa
besar tempatnya di neraka dan kekal. Dalam masalah fiqh, pengikut Syi’ah
Zaidiyah merujuk madzab Hanafiyah (Sunni). Mereka berkeyakinan bahwa saat
berwudhu tidak perlu menyapu telinga, haram memakan makanan yang disembelih non
muslim, haram mengawini wanita ahlul kitab dan dilarang nikah mut’ah.
3. ISMAILIYAH
Golongan ini
disebut juga tujuh imam dinamakan demikian sebab mereka percaya bahwa imam
hanya tujuh orang dari Ali bin Abi Thalib dan mereka percaya bahwa imam ketujuh
ialah:[7]
a. Ali
bin Abi Thalib e.
Muhammad bin Ali
b. Hasan
bin Ali f.
Ja’far bin Muhammad
c. Husain
bin Ali g.
Ismail bin Ja’far
d. Ali
bin Husain
Awal terbentuknya adalah karena adanya
perbedaan pendapat dalam penetapan pelanjut
imam Ja’far As Shidiq. Kemudian pada 148 H di Kota Kuffah sebagian pengikut
Syiah, memisahkan diri untuk melakukan
perlawanan terhadap Daulah Abbasiyah yang berlaku zalim. Mereka meyakini
bahwa pemeritahan berdasarkan keadilan bisa terwujud apabila berada dibawan
kepemimpinan Ismail bin Ja’far. Gerakan perjuangan Ismailiyah ini bernama Ad Da’wah Al Hadiyah dan diikuti orang-orang
Syiah di Iran, Irak, Syiria, Yaman, Bahrain, dan Afrika Utara.[8]
Golongan ini mengangkat Ismail, saudaranya yang
tertua menjadi khalifah dan menolak imamah Musa Al Khan. Madzab ini lahir di
Mesir lalu diikuti khalifah Fatimiyah. Mereka terbagi menjadi dua:
a. Ismailiyah
Timur
b. Ismailiyah
Barat
Fiqh mereka tidak terkenal, kitab yang mereka pegang
ialah Da’aimul Islam, susunan Al Qadhi Nu’man ibn Muhammad At Tamimy wafat
tahun 363 H.[9]
Puncak perjuangan Ismailiyah terwujud dengan berdirinya Daulah Fatimiah di
Afrika Utara yang berlangsung selama 125 tahun. Periode ini terkenal sebagai
masa keemasan Ismailiyah. Pada masa ini mereka menulis dan membenahi ajaran
ajaranya yang sebelumnya disebarkan secara sembunyi-sembunyi. Syiah Ismailiyah
menyakini bahwa setiap hukum islam memiliki sisi lahiriyah dan batiniyah. Sisi
lahiriyah hukum untuk orang orang awam yang mencapai tahap spiritual yang
tinggi. Sisi batiniyah hukum islam hanya diketahui oleh merekan yang tahap
spiritualnya diatas orang-orang awam.
Menurut Ismailiyah, hujjah Allah terbagi menjadi 2
macam: Nathiq (berbicara) dan shamit (diam). Hujjah yang pertama adalah
Rasulullah SAW dan yang kedua dari imam Ahlul Bait sebagai pewaris dan
pelanjutnya. Jumlah washi yang diturunkan 7 orang. Ketujuh washi itu memiliki
kedudukan yang sama, yaitu kewashian kecuali washi terakhir yang memiliki tiga
kedudukan. Setelah washi ketuju meninggal dunia maka akan muncul kelanjutnya
yang berjumlah tujuh orang.[10]
BAB III
KESIMPULAN
Setelah
membahas secara ringkas tentang aliran syiah diatas dapat diambil kesimpulan
bahwa Syi’ah merupakan aliran dalam Islam. Istilah syiah berasal dari kata Syi’ah bentuk tunggal dari kata syi’i “Syiah” adalah bentuk pendek dari
kalimat bersejarah Syiah Ali artinya “pengikut ali”. Terdapat dua pendapat
pertama setelah wafat Nabi. Kalangan muslim yang tidak mengakui kepemimpinan
Khalifah Abu Bakar setelah Nabi Muhammad SAW adalah penganut Syiah. Kedua
mereka berpendapat bahwa syiah lahir setelah perang siffin. Pasukan Ali yang
keluar karena kecewa atas keputusan tahkim menjadi kelompok khawarij dan yang
tetap bersama Ali disebut Syiat Ali. Dalam aliran syi’ah terdapat ajaran-ajaran
pokok yang dijelaskan diatas. Yaitu: Tauhid, Al Adl, An Nubuwwah, Al Imamah,
dan Al Ma’ad. Di dalam aliran Sy’iah juga terdapat banayk cabang-cabangnya, dan
yang paling menonjol adalah Imamiyyah, Ismailiyah, serta Zaidiyah.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad
Sahidin. Aliran-Aliran dalam Islam.
Bandung: Kawah Media. 2009
Fachruddin, Fuad Mohd. Syiah Suatu Pengamatan Kritikal.
Jakarta: Radar Jaya Offset. 1990.
Mulyono
dan Bashori. Studi Ilmu Tauhid atau Kalam.
Malang: UIN Maliki Press.2010.
Nazar
Bakary, Fiqih dan Ushul Fiqih.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003.
[1] Fuad Mohd. Fachruddin, Syiah Suatu Pengamatan
Kritikal, hal 7
[2] Nazar
Bakry. Fiqh dan Ushul Fiqh. hlm 114
[3] Ahmad
Sahidin. Aliran-Aliran dalam Islam. hlm
21
[4] Nazar
Bakry. Fiqh dan Ushul Fiqh. hlm 115
[5] Mulyono
dan Bashori. Studi Ilmu Tauhid atau Kalam.
hlm114
[6] Nazar
Bakry. Fiqh dan Ushul Fiqh. hlm 117
[7] Mulyono
dan Bashori. Studi Ilmu Tauhid atau Kalam.
hlm 114
[8] Ahmad
Sahidin. Aliran-Aliran dalam Islam. hlm
36
[9] Nazar
Bakry. Fiqh dan Ushul Fiqh.hlm 118
[10]Ahmad
Sahidin. Aliran-Aliran dalam Islam. hlm
26
No comments:
Post a Comment